Galaksi adalah kumpulan atau suatu sistem yang terdiri bintang-bintang, gas, debu dan material-material gelap lainnya, yang amat luas. Diantara sekian banyak material galaksi, 10 – 20% diantaranya terdiri dari bintang, gas dan debu. Galaksi terjaga dan saling dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Bagian-bagian galaksi mengorbit ke suatu pusat. Dari sekian banyak Galaksi, ada beberapa yang sudah diberi nama seperti Galaksi Bimasakti (Milky Way), dimana sistem tata surya kita berada (matahari beserta 8 planet yang mengitarinya), dan Galaksi Andromeda, yang berjarak sekitar 1.900.000 tahun cahaya.
Tipe Galaksi Secara Morfologi
Secara garis besar, menurut morfologinya, galaksi dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu: tipe galaksi spiral, galaksi elips, dan galaksi tak-beraturan. Pembagian tipe ini berdasarkan bentuk /penampakan galaksi-galaksi tersebut. Galaksi-galaksi yang diamati dan dipelajari oleh para astronom sejauh ini terdiri dari sekitar 75% galaksi spiral, 20% galaksi elips, dan 5% galaksi tak beraturan. Namun ini bukan berarti galaksi spiral adalah galaksi yang paling banyak terdapat di alam semesta ini.
Sesungguhnya yang paling banyak terdapat di alam semesta ini adalah galaksi elips. Jika kita mengambil volume ruang angkasa yang sama, kita akan menemukan lebih banyak galaksi elips daripada galaksi spiral. Hanya saja galaksi tipe ini banyak yang amat redup, sehingga amat sulit untuk diamati.
1. Galaksi Tak-Beraturan
Galaksi tak-beraturan adalah tipe galaksi yang tidak simetris dan tidak memiliki bentuk khusus, tidak seperti dua tipe galaksi yang lainnya. Anggota dari galaksi tipe ini terdiri dari bintang-bintang tua (populasi II) dan muda (populasi I). Contoh dari galaksi tipe ini adalah Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, dua buah galaksi tetangga terdekat Bima Sakti, yang hanya berjarak sekitar 180.000 tahun cahaya dari Bima Sakti. Galaksi tak beraturan ini banyak mengandung materi antar bintang yang terdiri dari gas dan debu-debu.
2. Galaksi Elips
Galaksi elips, sesuai dengan namanya, penampakannya seperti elips. Tapi bentuk sebenarnya tidak diketahui dengan pasti, karena kita tidak tahu apakah arah pandang kita dari depan, samping, atau atas dari galaksi tersebut. Yang termasuk tipe galaksi ini adalah mulai dari galaksi yang berbentuk bundar sampai galaksi yang berbentuk bola pepat. Struktur galaksi tipe ini tidak terlihat dengan jelas. Galaksi elips sangat sedikit mengandung materi antar bintang , dan anggotanya adalah bintang-bintang tua. Contoh galaksi tipe ini adalah galaksi M87, yaitu galaksi elips raksasa yang terdapat di Rasi Virgo.
3. Galaksi Spiral
Galaksi spiral, adalah tipe yang paling umum dikenal orang. Mungkin karena bentuk spiralnya yang indah itu. Jika kita mendengar kata galaksi, biasanya yang terbayang adalah galaksi tipe ini. Galaksi kita termasuk galaksi spiral. Bagian-bagian utama galaksi spiral adalah halo, bidang galaksi (termasuk lengan spiral), dan bulge (bagian pusat galaksi yang menonjol). Anggota galaksi spiral adalah bintang-bintang muda dan tua. Bintang-bintang tua terdapat pada gugus-gugus bola yang tersebar menyelimuti galaksi.
Gugus bola adalah kumpulan bintang-bintang yang berjumlah puluhan sampai ratusan ribu bintang yang lahir bersama-sama, mengumpul berbentuk bola. Gugus-gugus bola inilah yang membentuk halo bersama sama dengan bintang-bintang yang tidak terdapat di bidang galaksi. Bintang-bintang muda terdapat di lengan spiral galaksi yang berada di bidang galaksi. Bintang-bintang muda ini masih banyak diselimuti materi antar bintang, yaitu bahan yang membentuk bintang itu.
Bulge pada galaksi spiral adalah bagian yang paling padat. Pada Bima Sakti, pusat galaksi terletak di arah Rasi Sagittarius, tetapi kita tidak dapat mengamatinya dengan mudah, karena materi antar bintang banyak menyerap cahaya yang berasal dari pusat galaksi itu.
Galaksi spiral berotasi dengan kecepatan yang jauh lebih besar dari galaksi elips. Kecepatan rotasinya yang besar itulah yang menyebabkan galaksi ini memipih dan membentuk bidang galaksi. Besar kecilnya kecepatan rotasi pada galaksi spiral ini bergantung pada massa galaksi tersebut. Kecepatan rotasi tiap bagian galaksi spiral sendiri tidaklah sama. Semakin ke arah pusat galaksi, kecepatan rotasinya semakin besar.
Contoh galaksi spiral yang lain selain dari Bima Sakti adalah galaksi Andromeda. Andai saja kita bisa melihat galaksi Bima Sakti dari luar, kita akan melihatnya seperti bentuk galaksi Andromeda ini. Ukuran galaksi Andromeda ini sedikit lebih besar dari Bima Sakti. Galaksi Andromeda bersama-sama dengan Bima Sakti termasuk galaksi spiral raksasa. Jarak galaksi Andromeda ini sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Ini berarti untuk mengarungi jarak sejauh itu, cahaya memerlukan waktu 2,5 juta tahun. Ini berarti cahaya yang kita terima dari galaksi ini adalah cahaya yang dikirimnya 2,5 juta tahun yang lalu yang menggambarkan keadaan galaksi tersebut pada waktu itu.
Jarak yang merentang antara Bima Sakti dan Andromeda sejauh 2,5 juta tahun cahaya itu dalam ukuran astronomi masih terhitung dekat. Jarak ke galaksi-galaksi lainnya jauh lebih fantastis. Bahkan ada yang sampai milyaran tahun cahaya.
Gugus Galaksi
Seperti halnya bintang-bintang yang berkelompok membentuk galaksi, galaksi-galaksi juga berkelompok membentuk gugus-gugus galaksi. Bima Sakti dan Andromeda beserta sekitar 25 galaksi sekitarnya (termasuk Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil) membentuk sebuah gugus galaksi yang kita namakan Rumpun Lokal (lihat juga model 3D Rumpun Lokal).
Gugus galaksi pun bukannya hanya satu. Ada beribu-ribu gugus galaksi lain selain Rumpun Lokal. Misalnya saja Gugus Virgo yang beranggotakan sekitar 2.500 buah galaksi. Gugus-gugus galaksi yang saling berdekatan membentuk kelompok yang lebih besar lagi yang disebut superkluster. Rumpun Lokal (gugus galaksi tempat Bima Sakti berada) bersama-sama dengan gugus-gugus galaksi sekitarnya membentuk superkluster yang kita namakan Superkluster Virgo.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Milton Humason dan Edwin Powell Hubble, diperoleh kesimpulan bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi Bumi (yang berarti menjauhi Bima Sakti) dengan kecepatan yang berbanding lurus dengan jarak galaksi tersebut. Semakin jauh sebuah galaksi terhadap pengamat, semakin besar kecepatan menjauhnya. Hal ini teramati dari spektrum galaksi-galaksi tersebut yang mengalami pergeseran merah.
Ini adalah pembuktian dari teori kosmologi yang meramalkan bahwa alam semesta mengembang. Dan galaksi-galaksi ini dibawa oleh ruang yang mengembang. Pengembangan alam semesta inilah yang menyebabkan spektrum dari galaksi-galaksi yang berada semakin jauh dari kita semakin besar pergeseran merahnya. Pergeseran merah yang disebabkan oleh ruang yang mengembang ini disebut pergeseran merah kosmis (pergeseran merah ekspansi).
Dengan menganalisa spektrum cahaya galaksi, kita bisa mengetahui seberapa cepat sebuah galaksi menjauhi kita, dengan melihat seberapa besar pergeseran spektrum galaksi tersebut.
Jika sekarang yang kita amati adalah galaksi-galaksi saling menjauhi, ini berarti pada masa lalu jarak antar galaksi lebih dekat dibanding sekarang. Dan jika waktu kita telusur terus ke belakang, kita akan tiba pada waktu ketika galaksi-galaksi itu saling bersentuhan, saling bertumpuk menjadi satu. Dari sinilah lahirnya teori Dentuman Besar (Big Bang), yaitu teori terbaik yang kita miliki sekarang ini untuk menerangkan awal dari alam semesta.
Teori ini menyatakan bahwa alam semesta bermula dari suatu keadaan terkompresi / terpadatkan dengan kerapatan yang tak terhingga besarnya, dan mulai mengembang semenjak suatu masa tertentu yang kita namakan Dentuman Besar. Dentuman Besar ini diperkirakan terjadi sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu. Dari situlah seluruh materi ruang dan waktu berasal, termasuk manusia.
Galaksi Bimasakti (Milky Way)
Galaksi Bima Sakti termasuk tipe galaksi spiral dan berbentuk seperti cakram, tetapi karena Bumi terletak di dalam Galaksi Bima Sakti, kita melihatnya seperti pita kabur berisikan bintang-bintang.
Untuk membayangkan bagaimana kira-kira bentuk galaksi Bima Sakti, kita dapat membayangkan dua buah telur mata sapi yang bagian bawahnya disatukan. Berdasarkan perhitungan terakhir, galaksi kita diperkirakan bergaris tengah sekitar 100.000 tahun cahaya (30.600 pc). Istilah tahun cahaya ini menggambarkan jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam waktu satu tahun. Dengan kecepatan 300.000 km/s, dalam waktu satu tahun, cahaya akan menempuh jarak sekitar 9,5 juta juta kilometer. Jadi, satu tahun cahaya adalah 9,5 juta juta km. Ini berarti garis tengah galaksi kita sekitar 100.000 x 9,5 juta juta km, atau 950 ribu juta juta km (950 diikuti oleh 15 buah nol di belakangnya).
Untuk memudahkan perhitungan, maka digunakan satuan jarak yang disebut tahun cahaya. Dengan satuan ini, tebal atau tonjolan di bagian pusat galaksi kita, dimana bintang yang lebih tua berada, adalah sekitar 10.000 (3.050 pc) - 20.000 tahun cahaya (6.100 pc).
Bintang yang lebih muda ditemukan di lengan spiral. Pusat galaksi berada dalam gugusan bintang sagitarius. Kutub utaranya di Coma Berenices, Kutub selatanya di Sculptor. Matahari ada di sudut dalam, lengan spiral Carina Cygnus, kira-kira 32.000 tahun cahaya (9.800 pc) dari pusat galaksi.
Diperkirakan galaksi berumur 12-14 biliun tahun dan terdiri dari 100 biliun bintang. Tatasurya kita terletak sekitar 30.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Bintang terdekat, jauhnya sekitar 4,3 tahun cahaya.
Galaksi Bimasakti diperkirakan mempunyai sekitar 200 milyard bintang dan pusatnya diduga merupakan bintang yang memiliki ukuran beberapa kali lebih besar dibanding matahari.
Matahari
Lantas di mana letak Matahari kita? Matahari terletak sekitar 30.000 tahun cahaya dari pusat Bima Sakti. Matahari bukanlah bintang yang istimewa, tetapi hanyalah salah satu dari 200 milyar buah bintang anggota Bima Sakti. Bintang-bintang anggota Bima Sakti ini tersebar dengan jarak dari satu bintang ke bintang lain berkisar 4 sampai 10 tahun cahaya. Bintang terdekat dengan matahari adalah Proxima Centauri (anggota dari sistem tiga bintang: Alpha Centauri), yang berjarak 4,23 tahun cahaya. Semakin ke arah pusat galaksi, jarak antar bintang semakin dekat, atau dengan kata lain kerapatan galaksi ke arah pusat semakin besar.
Bima Sakti bukanlah satu-satunya galaksi yang ada di alam semesta ini. Dalam alam semesta, ada begitu banyak sistem seperti ini, yang mengisi setiap sudut langit sampai batas yang bisa dicapai oleh telekop yang paling besar. Jumlah keseluruhan galaksi yang dapat dipotret dengan teleskop berdiameter 500 cm di Mt. Palomar, mungkin sekitar satu milyar buah galaksi. Maka tidak salah jika kita mengira bahwa jika kita mempunyai teleskop yang lebih besar, kita akan dapat melihat jauh lebih banyak lagi.
Sebelum kita memiliki metode pengukuran jarak yang cukup baik, para astronom mengira Bima Sakti adalah keseluruhan dari alam semesta. Bercak-bercak cahaya yang tampak di langit pada mulanya diklasifikasikan sebagai nebula (= kabut), yang juga adalah anggota Bima Sakti. Pada waktu itu, dikenal ada dua macam nebula, yaitu nebula gas dan nebula spiral.
Adalah Harlow Shapley dan George Ellery Hale, dua orang astronom yang amat berjasa membangun pengertian kita tentang galaksi. Shapley inilah yang mengembangankan metode untuk mengukur jarak yang diterapkan untuk mengukur diameter Bima Sakti. Sedangkan Hale, amat besar perannya dalam pengembangan teleskop-teleskop besar, yang digunakan untuk pengamatan bintang-bintang dan nebula.
Atas jasa mereka sekarang kita tahu bahwa yang semula disebut nebula spiral itu adalah galaksi yang juga seperti Bima Sakti, terdiri dari ratusan juta sampai milyaran bintang, dan berada amat jauh dari kita, jauh di luar Bima Sakti.
Dan melalui jalan yang telah mereka rintis, kita menyadari bahwa Bima Sakti hanyalah satu dari begitu banyak galaksi-galaksi yang bertebaran di alam semesta yang maha luas ini.
“Monster” di Jantung Bima Sakti
Setelah melakukan studi panjang selama 16 tahun menggunakan teleskop milik ESO, tim astronom dari Jerman, berhasil memperlihatkan kondisi paling detil yang pernah ada dari area di sekitar jantung galaksi Bima Sakti - area dari monster menakutkan si lubang hitam supermasif. Penelitian ini mengungkap rahasia yang tersimpan di area tersebut melalui pemetaan orbit 28 bintang. Bahkan satu bintang di antaranya telah berhasil melakukan putaran penuh mengelilingi lubang hitam.
Pengamatan gerak 28 bintang yang mengorbit area pusat galaksi Bima Sakti, menunjukan keberadaan lubang hitam supermasif yang tengah mengintip kita dari balik debu antar bintang. Ia dikenal sebagai Sagittarius A (atau dikenal sebagai bintang Sagittarius A). Berbagai informasi termasuk bentuk istimewa bintang-bintang tersebut dan juga lubang hitam yang mengikat mereka berhasil dikuak.
Pusat galaksi merupakan laboratorium yang unik, dimana kita bisa belajar proses-proses dasar gravitasi yang besar dan kuat, serta dinamika dan pembentukan bintang yang memiliki keterkaitan yang sangat besar dengan inti galaksi. Disinilah pabrik kelahiran bintang dan tempat berlabuh sang monseter menakutkan, lubang hitam supermasif. Di area ini jugalah kita bisa mempelajari lubang hitam dengan lebih mendetil.
Tapi untuk mengamati area ini tidaklah mudah. Pengamatan dalam panjang gelombang tampak tidak dapat menembus blokade yang dibuat oleh debu antar bintang yang mengisi galaksi. Pandangan kita ke jantung sang galaksi ini terhalang. Kemampuan teknologi menjadi tantangan untuk dapat mengintip apa yang terjadi di sana. Untuk itu, digunakanlah panjang gelombang infra merah untuk menembus blokade debu antar bintang tersebut. Dan bintang-bintang di area pusat galaksi kemudian dijadikan partikel penguji untuk mengungkap apa yang ada di sana. Bintang-bintang itu diamati geraknya selama mengorbit Sagittarius A.
Hasil yang diperoleh sangat berguna untuk memahami lubang hitam itu sendiri contohnya dalam hal massa dan jarak. Dan tampaknya 95% massa yang mempengaruhi gerak bintang tersebut adalah lubang hitam. Karena itu, kecil kemungkinan penyebabnya adalah karena materi kelam lain. Tak pelak, hasil ini menjadi bukti empirik keberadaan lubang hitam supermasif, yang diperlihatkan oleh bintang yang megorbit pusat galaksi. Dalam pengamatan, diketahui adanya konsentrasi massa yang besar sekitar 4 juta massa Matahari, yang diyakini sebagai lubang hitam yang berada pada jarak 27000 tahun cahaya.
Dari ke-28 bintang yang diamati, 6 di antaranya mengorbit lubang hitam dalam sebuah piringan dan bintang-bintang pada area paling dalam memiliki orbit acak. Bintang S2 menjadi satu-satunya bintang yang berhasil mengelilingi pusat Bima Sakti periode 16 tahun tersebut.
Untuk membangun citra jantung Bima Sakti dan menghitung orbit bintang individu, tim ini mempelajari bintang-bintang tersebut selama 16 tahun, dimulai pada tahun 1992 menggunakan kamera SHARP yang dipasang di New Technology Telescope 3,5 meter milik ESO di Observatorium La Silla, Chille. Observasi lainnya dibuat pada tahun 2002, dengan 2 instrumen yang ada di Very Large Telescope (VLT).
Walau penelitian ini berhasil membuka lembaran baru, bagi pembelajaran lubang hitam dan kondisi area pusat galaksi dalam tingkat akurasi yang tinggi, namun masih banyak misteri yang belum terkuak di sana. Apalagi bintang-bintang tersebut juga masih sangat muda untuk melakukan perjalanan jauh. Diduga, bintang-bintang ini terbentuk pada orbitnya saat ini, dibawah pengaruh gaya pasang surut lubang hitam.
Di masa depan, berbagai rancangan penelitian lanjutan akan dilakukan untuk mengintip monster di jantung Bima Sakti itu. Salah satunya dengan menggunakan teknologi dengan resolusi sudut yang lebih tinggi.
Galaksi Bima Sakti terancam awan raksasa
Gumpalan awan raksasa yang mengandung gas hidrogen dalam volume sangat besar tengah melesat mendekati piringan Galaksi Bima Sakti, tempat tata surya kita berada. Tabrakan dahsyat yang diperkirakan terjadi antara 20-40 juta tahun lagi akan menghasilkan kembang api spektakuler di langit. Objek tersebut diberi nama Awan Smith, diambil dari nama Gail Smith, seorang astronom AS yang mendeteksinya pertama kali pada tahun 1963 saat meneliti di Universitas Leiden, Belanda.
Sejak ditemukan, para astronom masih berdebat apakah awan tersebut benar-benar mendekati galaksi Bimasakti atau menjauhinya. Rekaman data yang ada selama ini
masih terbatas dan tidak jelas apakah objek tersebut bagian dari kabut Bimasakti atau masih bergerak ke arahnya. Sejauh ini, para peneliti hanya mendeteksi gas dan tidak ada satupun bintang di dalamnya. Satu-satunya cara melihatnya adalah dengan teleskop radio karena gas dingin tidak memancarkan cahaya, tetapi memantulkan gelombang radio.
Jika dilihat dari Bumi, lebar gumpalan awan tersebut sebanding dengan 30 kali lebar Bulan. Dari kepala ke ujung ekornya, cukup untuk menyelimuti rasi bintang Orion. Hasil pengamatan baru menggunakan teleskop radio terkendali paling besar di dunia, Teleskop Green Bank (GBT) di Virginia Barat, AS, menunjukkan bahwa objek tersebut bergerak ke arah galaksi Bimasakti. Bahkan, seperti dilaporkan gabungan tim astronom dari Observatorium Astronomi Radio Nasional AS (NRAO) dan Universitas Winconsin Whitewater dalam pertemuan Masyarakat Astronomi Amerika ke-211 di Austin, Texas baru-baru ini, gaya dorongnya telah menyentuh kabut Bimasakti.
"Jika tabrakan terjadi, hal tersebut akan memicu lahirnya formasi bintang-bintang baru. Akan banyak bintang raksasa yang terbentuk, berumur pendek, dan meledak sebagai supernova yang memancarkan cahaya menyilaukan," ujar Ketua tim peneliti, DR. Felix Lockman, dari NRAO. Sebab, Awan Smith membawa energi sangat besar berupa gas hidrogen yang cukup untuk membentuk jutaan bintang seukuran Matahari. Awan Smith merupakan gumpalan gas yang berukuran panjang mencapai 11.000 tahun cahaya dan lebar 2.500 tahun cahaya. Objek tersebut saat ini berada 40.000 tahun cahaya dari Bumi dan 8.000 tahun cahaya dari piringan Bimasakti.
Objek yang pantas disebut kabut monster di ruang kosmos ini bergerak dengan kecepatan 240 kilometer perdetik dan diperkirakan menabrak piringan galaksi Bimasakti dengan kemiringan 45 derajat. Tabrakan akan terjadi di pinggir piringan Bimasakti yang jarak ke pusatnya hampir sama dengan jarak tata surya kita ke pusat galaksi. Namun, posisinya jauh dari tata surya kita, diperkirakan berjarak 90 derajat terhadap pusat piringan. "Kami tidak tahu dari mana asalnya, apalagi orbitnya membingungkan, namun kami katakan bahwa ia mulai berinteraksi dengan bagian terluar Bimasakti," tandas Lockman.
Samakah Hukum di Bumi dan di Galaksi Lain?
Pengujian hukum alam di galaksi jauh telah dilakukan untuk melihat apakah hukum alam berlaku sama di semua tempat di alam semesta ini dan sama pada waktu yang berbeda pula. Hukum alam di seluruh penjuru alam semesta ternyata sama saja dengan yang ada di Bumi. Kesimpulan ini didapat oleh tim astronom yang melakukan penelitian, termasuk di dalamnya Chrisian Henkel dari Max Planck Institute for Radio Astronomy (MPIfR) di Bonn. Hasil penelitian mereka menunjukkan, angka perbandingan proton-elektron, hampir sama di Galaksi yang jaraknya 6 milyar tahun cahaya, dengan yang ada di laboratorium di Bumi, yakni mendekati 1836,15.
Menurut Michael Murphy, astrofisikawan dari Swinburne, penemuan ini sangat penting karena sampai saat ini masih terjadi perdebatan apakah hukum alam akan berubah pada waktu dan tempat yang berbeda di alam semesta ini. Dengan adanya penelitian ini, bisa terbukti, hukum alam di Galaksi jauh, ternyata sama dengan hukum alam di Bumi.
Bagaimana kesimpulan ini bisa didapat? Para astronom melakukan penentuan rasio massa proton-elektron itu dengan melihat kembali ke masa lalu pada quasar jauh, B0218+367. Cahaya quasar tersebut, ternyata membutuhkan waktu 7,5 milyar tahun untuk mencapai kita, dan sebagian cahaya tersebut juga telah diserap oleh gas amonia galaksi yang ia lewati.
Amonia yang dalam kehidupan sehari-hari kita kenal berguna untuk membersihkan toilet, ternyata merupakan molekul ideal untuk menguji pemahaman fisika di alam semesta. Observasi spektroskopi terhadap molekul amonia dilakukan dengan teleskop radio Effelsberg 100 meter pada panjang gelombang 2 cm (pergeseran merah 1,3 cm dari panjang gelombang asal). Panjang gelombang di mana amonia menyerap energi radio dari quasar, ternyata menunjukan sensitivitas pada angka fisika nuklir, yakni perbandingan massa proton-elektron.
Dengan melakukan perbandingan terhadap penyerapan yang dilakukan amonia dengan penyerapan dari molekul lain, didapatkan perbandingan massa proton-elektron di galaksi tersebut. Dan ternyata, perbandingannya sama dengan yang ada di Bumi.
Penelitian ini akan terus dilanjutkan dengan meneliti hukum alam di galaksi lainnya untuk waktu yang berbeda, sehingga akan tampak apakah hukum alam tersebut akan tetap bertahan di tempat-tempat yang baru tersebut. Dengan penelitian yang akan terus berlanjut ini, para peneliti berharap bisa menemukan jendela menuju dimensi lain di ruang angkasa, yang secara teoretis dinyatakan mungkin ada.
Air Terjauh di Galaksi Asing
Air, tidak hanya dimiliki bumi. Komponen yang satu ini tersebar di alam semesta dalam berbagai bentuk, baik cair, padat maupun gas. Pencarian air selalu menjadi hal yang menarik, karena air diidentikan dengan kehidupan. Nun jauh di salah satu sudut alam semesta, para astronom berhasil menemukan air terjauh yang pernah terlihat. Air tersebut berada di sebuah galaksi yang jaraknya lebih dari 11 milyar tahun cahaya dari Bumi. Sebelumnya, air berhasil ditemukan paling jauh berada di galaksi yang jauhnya 7 milyar tahun cahaya dari Bumi. .
Tanda keberadaan air berhasil ditemukan menggunakan teleskop radio raksasa berdiameter 100 meter di Effelsberg, Jerman dan Very Large Array milik National Science Foundation di New Mexico.
Galaksi berair yang dikenal dengan nama MG J0414+0534, memiliki quasar — lubang hitam supermasif yang memancarkan cahaya yang sangat terang, di intinya. Pada area di dekat inti, molekul air bertindak sebagai "Maser" (Microwave Amplification by Stimulation Emission of Radiation) yang sama kuat dengan laser, dan menguatkan gelombang radio pada frekuensi tertentu. Penemuan ini mengindikasikan keberadaan maser air raksasa lebih umum terdapat pada saat alam semesta dini, dibanding sekarang. Pengamatan yang dilakukan sekarang berhasil melihat kondisi MG J0414+0534, saat alam semesta masih berusia 1/6 dari usia saat ini.
Pada galaksi yang jaraknya sangat jauh, bahkan penguatan gelombang radio terkuat yang dlakukan oleh maser tidak cukup kuat untuk bisa dideteksi teleskop radio. Namun, para ilmuwan justru mendapat bantuan dari alam dalam bentuk galaksi lain yang berjarak hampir 8 milyar tahun cahaya dan berada di garis pengamatan MG J0414+0534 dan Bumi. Gravitasi galaksi tersebut bertindak sebagai lensa yang membuat galaksi jauh, lebih terang dan pancaran molekul air jadi tampak oleh teleskop radio.
Air di jarak yang sangat jauh ini bisa diketahui sinyalnya dengan bantuan lensa gravitasi. Teleskop kosmik tersebut mereduksi waktu yang dibutuhkan untuk dapat mendeteksi air dalam faktor sekitar 1000.
Sinyal air pertama kali dideteksi oleh teleskop Effelsberg dan kemudian digunakan VLA, untuk mempertajam kemampuan pencitraan, yang bisa mengkonfirmasi asal galaksinya. Keberadaan lensa gravitasi memberikan 4 citra MG J0414+0534 yang terlihat dari Bumi. Nah dengan VLA, para peneliti bisa menemukan gelombang radio yang spesifik menyatakan keberadaan air pada 2 citra terang yang dihasilkan. Dua citra lainnya terlampau lemah untuk bisa dideteksi keberadaan sinyal airnya. Frekuensi yang dipancarkan molekul air merupakan pergeseran Doppler akibat pengembangan alam semesta dari 2,2 GHx - 6,1 GHz.
Air yang bertindak sebagai maser sudah ditemukan pada sejumlah galaksi yang jaraknya dekat. Biasanya air diperkirakan berada dalam piringan molekul yang mengorbit lubang hitam supermasif pada jarak yang sangat dekat di inti galaksi. Pancaran gelombang radio yang mengalami penguatan biasanya akan teramati saat piringan tampak dari samping dan terlihat tepiannya. Namun galaksi MG J0414+0534 ternyata orientasinya saling berhadapan dengan Bumi. Dengan demikian molekul air yang kita lihat dalam maser bukan di dalam piringan, melainkan dalam materi yang terlontar sebagai akibat lontaran gravitasi lubang hitam yang diorbitnya. Materi yang terlontar tersebut bergerak dalam jet super cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar